Mantan Presiden AS Menyesal Bujuk Ukraina Serahkan Nuklirnya

Orang-orang melintasi jembatan yang hancur saat mereka mengevakuas diri dari kota Irpin, barat laut Kyiv, setelah Rusia melancarkan serangan militer ke Ukraina, Sabtu (5/3/2022). (Photo by Aris Messinis / AFP)

Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton menyesal tentang perannya dalam membujuk Ukraina untuk menyerahkan senjata nuklirnya pada tahun 1994.

Menurutnya, Clinton Rusia tidak akan menginvasi Ukraina jika Kyiv masih memiliki penangkal nuklirnya.

“Saya merasa taruhan pribadi karena saya membuat mereka [Ukraina] setuju untuk menyerahkan senjata nuklir mereka. Dan tidak ada dari mereka yang percaya bahwa Rusia akan menarik aksi ini jika Ukraina masih memiliki senjata mereka,” katanya dalam wawancara dengan RTÉ, dikutip Rabu (5/4/2023).

Pada Januari 1994, Clinton menandatangani perjanjian tripartit dengan presiden Rusia saat itu, Boris Yeltsin, dan Ukraina, Leonid Kravchuk, untuk menghilangkan gudang senjata nuklir strategis yang tersisa di tanah Ukraina setelah jatuhnya Uni Soviet.

Amerika Serikat juga menjadi pihak dalam perjanjian terkait di akhir tahun yang sama, yang mencakup komitmen Rusia untuk menghormati integritas teritorial Ukraina.

Komitmen ini dipatahkan pada 2014, ketika Rusia menginvasi dan mencaplok Krimea dan makin hancur ketika memulai perang yang lebih luas melawan Ukraina tahun lalu.

“Saya tahu bahwa Presiden Putin tidak mendukung perjanjian yang dibuat Presiden Yeltsin untuk tidak pernah mencampuri batas wilayah Ukraina, sebuah perjanjian yang dia buat karena dia ingin Ukraina menyerahkan senjata nuklir mereka,” tuturnya.

Dia mengatakan Ukraina sejatinya takut menyerahkannya karena mereka pikir itulah satu-satunya hal yang melindungi mereka dari ancaman Rusia.

“Ketika sudah nyaman baginya, Presiden Putin menghancurkannya dan pertama-tama merebut Krimea. Dan saya merasa tidak enak karena Ukraina adalah negara yang sangat penting.”

Clinton pun menegaskan dukungan Barat untuk Ukraina harus tetap teguh.

“Saya pikir apa yang dilakukan Putin sangat salah, dan saya percaya Eropa dan Amerika Serikat harus terus mendukung Ukraina,” ujarnya.

Dosen hukum University of Galway, Larry Donnelly, menilai pengakuan penyesalan Clinton “sangat jujur”. Menurutnya, hal tersebut dapat dimengerti setelah apa yang terjadi dalam setahun terakhir.

“Dapat dimengerti mengapa dia melakukan apa yang dia lakukan, mencoba untuk denuklirisasi dunia, mencoba untuk meningkatkan hubungan dan terlibat secara konstruktif dengan Rusia… Tentu juga dapat dimengerti mengapa rakyat Ukraina marah tentang hal itu,” katanya.

Donnelly menilai banyak dari warga AS dapat tergerak secara moral jika mereka melihat peran Amerika Serikat dalam apa yang terjadi, terutama pada 1994.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*