Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menerima hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait pengadaan pesawat udara pada PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. tahun 2011-2021. Hal itu dikonfirmasi oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022).
“Pada hari ini kami dapat penyerahan hasil audit pemeriksaan kerugian negara PT Garuda Indonesia senilai 8,8 triliun. Itu kerugian yang ditimbulkan oleh PT Garuda Indonesia,” katanya.
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan perhitungan yang dilakukan BPKP terkait pengadaan pesawat jenis CRJ-1000 dan ATR-72 berjumlah 23 unit.
“Ini pengadaannya yang nilainya terlalu tinggi. Sehingga pada saat pengoperasiannya itu, nilai biaya operasionalnya itu lebih tinggi dari pada pendapatannya. Ini yang kami hitung mulai dari tahun 2011 sampai dengan 2021,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Hari ini, Jaksa Agung mengumumkan dua tersangka baru dalam kasus tersebut sehingga total sudah ada lima tersangka. Kedua tersangka yang baru diumumkan hari ini adalah mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan eks Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo.
“Kami juga menetapkan tersangka baru sejak Senin 27 Juni 2022 hasil ekspose kami menetapkan dua tersangka baru, yaitu ES selaku direktur utama Garuda Indonesia. Yang kedua adakah SS selaku direktur utama Mugi Rekso Abadi,” ujar Burhanuddin.
ES dan SS, lanjut dia, disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 juncto pasal 3 juncto pasal 18 UU Tipikor. Kendati demikian, menurut Burhanuddin, kedua orang tersangka itu tidak ditahan.
“Karena masing-masing menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani oleh KPK,” ujar Burhanuddin.
Pekan lalu, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap II) atas 3 (tiga) berkas perkara persangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat udara pada PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. tahun 2011-2021 kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2022). Serah terima dilaksanakan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Seperti dikutip dari siaran pers Kejagung, ada tiga berkas perkara masing-masing atas nama tersangka AW (Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery 2009-2014, Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000, dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600), tersangka SA (Setijo Awibowo selaku Vice President Strategic Management Office 2011-2012, Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000, dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600), dan tersangka AB (Albert Burhan selaku VP Treasure Management 2005-2012).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, pelaksanaan tahap II tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada tahun 2011. Di mana diketahui dalam rangkaian proses pengadaan pesawat CRJ-1000 tersebut baik tahap perencanaan maupun tahap evaluasi tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA) PT Garuda Indonesia (persero) Tbk.
“Dalam tahapan perencanaan yang dilakukan tersangka SA, tidak terdapat laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan pesawat, dan tidak terdapat rekomendasi BOD dan persetujuan BOD. Lalu kemudian dalam tahap pengadaan pesawat evaluasi, dilakukan mendahului RJPP dan/atau RKAP dan tidak sesuai dengan konsep bisnis “full service airline” PT Garuda Indonesia (persero) Tbk.,” ujar Ketut.
Menurut dia, ES selaku Direktur Utama, H selaku Direktur Teknik, tersangka AW, tersangka AB dan tersangka SA bersama tim perseroan/tim pengadaan melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten dalam penetapan kriteria, dan tidak akuntabel dalam penetapan pemenang.
“Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 yang dilakukan tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN dan prinsip business judgment rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar USD 609.814.504,00 (enam ratus sembilan juta delapan ratus empat belas ribu lima ratus empat dollar Amerika) atau nilai ekuivalen Rp. 8.819.747.171.352,00 (delapan triliun delapan ratus sembilan belas miliar tujuh ratus empat puluh tujuh juta seratus tujuh puluh satu ribu tiga ratus lima puluh dua rupiah),” ujar Ketut.